Seorang pemuda berinisial N mengaku mengalami kejanggalan saat mengikuti proses pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) C melalui jalur resmi di Satpas Polres Boyolali. Meski telah membawa dokumen lengkap dan mengikuti prosedur sebagaimana mestinya, ia merasa justru dihadapkan pada sistem yang terkesan menjebak.
“Saya ikut jalur resmi, tapi kayak diatur biar gagal. Tes teori sulit, praktik tanpa arahan. Seperti jebakan,” ujar N saat ditemui sehari setelah dinyatakan gagal dalam ujian praktik.
Keesokan harinya, N mengaku didekati oleh seorang oknum anggota polisi berinisial A. Sosok tersebut dikenal luas di kalangan pemohon SIM sebagai “pengatur jalur belakang”. A menawarkan kemudahan tanpa perlu melalui proses ulang.
“Kalau resmi ribet. Tapi kalau lewat saya, gampang. Tanpa tes ulang, tinggal kasih KTP dan foto, SIM langsung jadi,” tutur N, menirukan ucapan A.
Dari penelusuran di lapangan, A bukan sekadar perantara. Ia diduga menjadi tokoh sentral dalam sistem informal yang memfasilitasi penerbitan SIM tanpa prosedur resmi. Beberapa warga menyebut namanya sebagai pihak yang pernah membantu mereka mendapatkan SIM tanpa tes.
Skemanya disebut berlangsung secara sistematis namun tersembunyi. Jalur resmi yang dipersulit diduga menjadi cara menekan pemohon agar memilih jalur pintas dengan imbalan tertentu.
Praktik semacam ini bukan hal baru. Hanya saja, pola dan pelakunya berganti dari waktu ke waktu. Di tengah situasi ini, warga yang berusaha jujur justru menjadi korban, sementara oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan memanen keuntungan dari sistem yang seharusnya melayani masyarakat.
Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Kasat Lantas Polres Boyolali melalui pesan singkat WhatsApp. Namun alih-alih memberikan penjelasan, Kasat Lantas hanya merespons singkat: “Mas Wahyu bisa ke kantor kami.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait dugaan pungutan liar tersebut.
